Jumat, 09 Oktober 2009

II. Hukum Kekeluargaan

II. Hukum Kekeluargaan

1. Perkawinan
Didalam KUHPer tidak dijelaskan definisi perkawinan, UU hanya mejelaskan tentang syarat syahnya suatu perkawinan apabilah telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UU tersebut, sebagaimana diatu dalam pasal 26 KUHPer.

Definisi Perkawinan :
- Prof. Subekti : Perkawinan ialah pertalian antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk waktu yang lama
- Doktrin : Perkawinan ialah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui sah oleh peraturan Negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan hidup yang abadi.
- UU No. 1 Tahun 1974 :
Pasal 1 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 1 (2) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

KONSEPSI PERKAWINAN

Menurut KUHPer :
Pasal 26, sahnya perkawinan hanya dipandang dari perdatanya, artinya suatu perkaiwan adalah sah apabila telah memnuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam UU tanpa memperhatikan segi agama, biologis, dan motif-motif yang mendorong perkawinan itu. Dan KUHPer menganut asas monogami mutlak yaitu seorang suami hanya boleh mempunyai seorang isteri dalam waktu sama dan sebaliknya.

Menurut UU No. 1 Tahun 1974
Pasal 1 dan 2 konsepsi perkawinan ialah Perkawinan itu tidak hanya dilihat dari segi hubungan keperdataan saja, juga harus memperhatikan segi-segi lain yaitu segi agama yang memegang peranan penting, segi adapt-adat dan motif-motif yang mendorong perkawinan tersebut. UU. No. Tahun 1974 menganut asas Monogami tidak mutlak atau relative, artinya seorang suami dimungkinkan beristeri lebih dari satu dengan persyaratan-persyaratan tertentu

2. Syarat-syarat Perkawinan

Syarat Menurut KHUPer, dibedakan menjadi :
A. Syarat Materil
a. Syarat materil umum/pokok/absolute ekstrem
i. Adanya kata sepakat antara kedua calon sumai-isteri
ii. Batas usia
iii. Masing-masing pihak tidak dalam tempat terikat perkawinan
iv. Untuk seorang perempuan yang sudah pernah kawin, harus lewat 300 hari setelah perceraiannya.
v. Tidak ada larangan dalam UU untuk kedua belah pihak melangsungkan perkawinan tersebut.
vi. Bagi para pihak yang belum dewasa harus ada izin dari orang yang berhak memberikannya.

b. Syarat materil khusus/relative/intern
1. Tentang Larangan Kawin
i. Adanya hubungan keluarga yang erat menurut garis lurus keatas, kebawah dan menyampng
ii. Adanya hubungan keluarga sementara
iii. Dengan teman berzina
iv. Perkawinan ketiga kalinya, artinya diantara mereka sudah pernah membubarkan perkawinan dua kali

2. Tentang Izin Kawin
Izin diperlukan bagi anak yang belum cukup umur

B. Syarat Formil
1. Syarat Formil sebelum melangsungkan Perkawinan
i. Pihak-pihak yang akan melangsungkan perkawinan harus menyatakan niatnya kepada pegawai negeri sipil.
ii. Pengumuman oleh pegawai negeri sipil
iii. Perkawinan tidak boleh dilangsungkan sebelum 10 hari sesudah pengumuman dan paling lama 1 (satu) tahun setelah pengumuman.

2. Syarat Formil sesudah melangsungkan Perkawinan
Perkawinan tersebut harus dilangsungkan dihadapan pegawai catatan sipil dengan maksud :
i. Memberi sifat terbuka pada perkawinan tersebut
ii. Memberi kesempatan keda pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengadakan pencegahan perkawinan.
iii. Mencegah adanya perkawinan gelap, menjamin adanya perkawinan yang sah, mencegah perkawinan tergesa-gesa.
iv. Menjamin pejabat catatan sipil untuk tidak dengan mudah melangsungkan perkawinan.

Syarat Menurut UU No. 1 Tahun 1974
A. Syarat Materil
1. Syarat Materil Umum :
2. Syarat Materil Khusus :
B. Syarat Formil

Pencegahan Perkawinan

Baik KUHPer maupun UU No. 1 Tahun 1974 menganut system Imutatif dalam mengatur pencegahan perkawinan yaitu : Adanya pembatasan-pembatasan terhadap alasan-alasan yang dapat digunakan untuk mengajukan pencegahan.

Selanjutnya ada yang disebut dengan Pembatalan Perkawinan yaitu upaya hukum untuk membatalkan perkawinan yang telah dilaksanakan karena bertentangan dengan aturan Per UUan Perkawinan, Ex : Tidak memenuhi syarat meteril dan formil.

Adapun alasan untuk menuntut pembatalan :

Menurut KUHPer :
- Adanya bigamy
- Tidak ada persetujuan bebas
- Melanggar batas usia
- Pelanggaran pasal 33 KUHPer

Menurut UU No. 1 Tahun 1974
- Pelanggaran terhadap pasal 6, 7, 8, 10, 11
- Masih ada perkawinan meskipun tidak menggunakan pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 UU Perkawinan.
- Terjadinya salah sangka terhadap suami/isteri

Orang-orang yang berhak menuntut :
- Keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau isteri
- Suami atau Isteri
- Pejabat yang berwenang
- Pejabat yang ditunjuk
- Orang yang masih terkait dirnya dengan salah satu pihak dari kedua suami-isteri.

Mengenai akibat pencegahan perkawinan dan pembatalan, bila ada pencegahan perkawinan maka selama pencegahan itu belum dicabut dari pengadilan maka perkawinan tidak dapat dilangsungkan.

Akibat Pembatalan Perkawinan :
- Anak yang dilahirkan tetap menjadi anak sah.
- Selam belum ada pembatalan, perkawinan tetap berlangsung (artinya belum ada putusan pengadilan)
- Pihak-pihak lain yang telah memperoleh hak-hak dengan itikad baik dengan suami-isteri dianggap sah.