Sabtu, 25 Juli 2009

Pembagian Hukum Perdata

Hukum Perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu :

I. Dilihat dari Pengertiannya
, dibedakan menjadi :

a. Hukum Perdata Materiel :

Hukum Perdata Materiel adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang timbul dari adanya hubungan hukum
Ex : KUHPer (B.W.), KUHDagang (WVK) dan Peraturan Perundang-undangan lainnya

Contoh :
Tetang Jual Beli : Dalam hal apa yang menjadi hak dan kewajiban yang timbul didalam perjanjian tersebut kepada Para Pihak, diatur oleh Hukum Perdata Materiel (Hukum Perikatan)


b. Hukum Perdata Formil
Hukum Perdata Formil ialah keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur cara-cara bagaiman untuk mempertahankan dan menegakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dalam Hukum Perdata Materiel
Ex : Hukum Acara Perdata : HIR

Contoh :
Tentang Jual Beli (contoh : a) apabila diantar pihak terjadi wanprestasi, misal pembeli tidak membayar lunas harga yang dibelinya. Dalam hal ini Penjual akan menggugat Pembeli ke Pengadilan untuk diproses Perkaranya, dalam hal ini cara-dara, prosedur dan proses dari mengajukan gugatan hingga perkara diputus dan pelaksanaan putusan (eksekusi) semuanya diatur dalam Hukum Perdata Formil.


II. Dilihat dari Bentuknya,
dapat dibedakan :
a. Hukum Perdata dalam arti luas :
Keseluruhan ketentuan-ketentuan mengenai keperdataan, baik yang terdapat dalam BW dan yang terdapat dalam WVK, dalam hal ini BW merupakan ketentuan atau hukum yang bersifat Lex Generalis terhadap WVK. Sedangkan WVK bersifat Lex Spesialis terhadap BW.
Artinya apabila terjadi pertentangan antara BW dengan WVK tentang suatu kasus tertentu, maka berlaku azas Lex Spesialis Derograt Lex Generalis, jadi dalam hal ini WVK dapat mengalihkan/mengesampingkan BW, artinya yang diberlakukan adalah ketentuan WVK tersebut.

b. Hukum Perdata dalam arti sempit
Ketentuan-ketentuan mengenai keperdataan yang terdapat dalam WVK (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) atau peraturan perundang-undangan lainnya tentang keperdataan yang berada diluar BW (KUHPer).
Contoh : UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Indonesia.

Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

Keadaan Hukum Perdata di Indonesia dibagi dalam 3 Fase :


I. Fase Pemerintahaan Hindia Belanda


Faktor Hukum Perdata di Indonesia bersifat Pluralistik disebabkan antara lain :
1. Faktor Etnis (Penduduk
2. Faktor Juridis

Keadaan tersebut diciptakan Pemerintah Hindia Belanda dalam rangka menjalankan politiknya di Indonesia melalui faktor Etnis yang dituangkan dalam Pasal 163 I.S dan faktor Juridis yang dituangkan dalam Pasal 131 I.S.

a. Faktor Etnis
Dilihat dari Pasal 163 I.S. dari aspek penduduk adalah bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan hukum adatnya yang berbeda-beda.
Perbedaan penduduk Indonesia berdasarkan 163 I.S tibagi atas 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Golongan Eropa :
a. Orang Belanda
b. Orang Eropa Lainnya yang mempunya hukum kekeluargaan seazas dengan Belanda
c. Orang Jepang dengan maksud mempermudah perdagangan dengan Jepang pada saat itu

2. Golongan Timur Asing :

a. Tionghoa
b. India
c. Pakistan

3. Golongan Pribumi (Orang Indonesia asli / disebut dengan Bumiputra)


b. Faktor Juridis
Menurut Pasal 131 I.S. terdapat penggolongan/pengelompokan hukum dengan penundukan diri yang berbeda-beda berdarakan penggolongan penduduk yang diatur dalam pasal 163 I.S.
Pengelompokan hukum dengan penundukan diri golongan penduduk dibagi menjadi :
1. Hukum Barat
Hukum Barat berlaku bagi golongan Eropa yaitu hukum yang terdapat dalam BW dan WVK.

2. Bagi Golongan Timur Asing hukum yang berlaku adalah Stb. 1855 No. 79 dan Stb. 1917 No. 129 / Stb. 1855 No. 79 mengatur hukum yang berlaku bagi golongan timur non Tionghoa yaitu :

  • Sebagai Hukum Barat yaitu mnyangkut Hukum Kekayaan dan Hukum Benda.
  • Mengenai Hukum Kekeluargaan, Hukum Perorangan, Hukum Waris tunduk pada Hukum Adat Negara masing-masing. lebih lanjut diatur dalam Stb. 1924 No. 556 yang mengatur bahwa bagi mereka berlaku BW dan WVK terutama hukum Harta Kekayaan sedangkan Hukum Kekeluargaan, Hukum Pribadi dan Hukum Waris berlaku Hukum Adat Negara masing-masing.
3. Stb. 1917 No. 129 mengatur tentang hukum yang berlaku bagi golongan timur asing Tionghoa yaitu berlaku BW dan WVK kecuali :
a. Pasal-pasal mengenai catatan sipil tidak berlaku
BUku I dan IV bagian 2 dan 3 BW tentang upacara yang mendahului perkawinan tidak berlaku
Mengenai adopsi, berhubungan BW tidak mengenal adopsi maka untuk golongan Tionghoa dibentuk lembaga adopsi yang diatur dalam Stb. 1917 No. 129 yang kemudian diubah dengan Stb. 1924 No. 557.

II. Fase Jaman Jepang
Pada Jaman Jepang hanya dikeluarkan satu Undang-undang yaitu UU No. 1 Tahun 1942 dalam pasal 3 dikatakan bahwa semua Badan-badan Pemerintah dan kekuasaannya serta hukum dan Undang-undang dari permerintah lama tetap berlaku sementara sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer Jepang, dengan demikian BW dan WVK tetap berlaku.

III. Fase Kemerdekaan RI
Hukum Perdata yang berlaku saat ini didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 : "Segala badan negara peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini" artinya ketentuan yang ada pada zaman Hindia Belanda, khususnya Hukum Perdata, masih berlaku di Indonesia, Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacuum) di bidang keprdataan.

Bebrapa para ahli menyimpulkan yang dirangkum dari berbagai pendapat bahwa Dasar Hukum berlakunya Hukum Perdata adalah UUD 1945, Pancasila, Peraturan Perundang-undangan dan dibutuhkan, sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan keempat hal tersebut.



Sejarah Umum Hukum Perdata

SEJARAH HUKUM PERDATA

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi (pembukuan suatu lapangan hukum secara sistematis dan teratur dalam satu buku) yang bernama code civil (hukum perdata) dan code de commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda. Bahkan sampai 24 tahun sesudah negeri Belanda merdeka dari Perancis tahun 1813, kedua kodifikasi itu masih berlaku di negeri Belanda. Jadi, pada waktu pemerintah Belanda yang telah merdeka belum mampu dalam waktu pendek menciptakan hukum privat yang bersifat nasional (berlaku asas konkordansi).

Kemudian Belanda menginginkan Kitab Undang–Undang Hukum Perdata tersendiri yang lepas dari kekuasaan Perancis. Maka berdasarkan pasal 100 Undang-Undang Dasar Negeri Belanda, tahun 1814 mulai disusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan rencana kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER. Sebelum selesai KEMPER meninggal dunia [1924] & usaha pembentukan kodifikasi dilanjutkan NICOLAI, Ketua Pengadilan Tinggi Belgia [pada waktu itu Belgia dan Belanda masih merupakan satu negara]. Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan dua kodifikasi yang bersifat nasional, yang diberi nama :
  1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda] – Dalam praktek kitab ini akan disingkat dengan KUHPdt.
  2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang] - Dalam perkuliahan, kitab ini akan disingkat dengan KUHD.
Pembentukan hukum perdata [Belanda] ini selsai tanggal 6 Juli 1830 dan diberlakukan tanggal 1 Pebruari 1830. Tetapi bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di bagian selatan Belanda [kerajaan Belgia] sehingga kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksanan tanggal 1 Oktober 1838. Meskipun BW dan WvK Belanda adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil dan Code De Commerse Perancis. Menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah saduran dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

Berdasarkan atas gabungan berbagai ketentuan tersebut, maka pada tahun 1838, kodifikasi Hukum Perdata Belanda ditetapkan dengan Stb. 1838, sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 1848 berdasarkan asa konkordansi, bahwa hukum yang berlaku di negri jajahan (Hindia Belanda) sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda yang ditetapkan dengan Stb. 1848, pada saat itulah Hukum Perdata Belanda mulai berlaku di Indonesia, yang hanya berlaku bagi orang-orang Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka.

Istilah dan Pengertian Hukum Perdata

Istilah dan Pengertian Hukum Perdata

Pada dasarnya Hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Hukum Publik dan Hukum Privat (Hukum Perdata)

Hukum Publik : Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kepentingan umum
Hukum Privat : Mengatur kepentingan yang bersifat Keperdataan

Istilah Hukum Perdata pertama kali di perkenalkan oleh Prof. Djojodiguno terjemahan dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan Jepang.

Sinonim : Hukum Perdata = Civielrecht dan Privaterecht.

Hukum Perdata menurut beberapa ahli :

- Van Dumnne :
“Suatu Perjanjian yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan Hukum Publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi” (Dunne, 1987 : 1)

Definisi tersebut mengkaji definisi Hukum Perdata dari aspek pengaturannya, terhadap kebebasan individu, seperti perorangan dan keluarganya, hak milik dan perikatan.

Definisi lain dikemukan oleh H.F.A. Vollmar dan Sudikno Mertokusumo yang memiliki persamaan pandangan sebagai berikut :

- Vollmar :
“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama mengenai keluarga dan hubungan lalu-lintas” (Vollmar, 1989 : 2)

- Sudikno Mertokusumo
“Hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan didalam pergaulan masyarakat, pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak” (1986 : 108)

Kedua definisi tersebut sama-sama mengkaji definisi Hukum Perdata dari aspek perlindungan hukum dan ruang lingkupnya.

Hukum Perdata menurut para ahli lainnya :

-
Prof. Sardjono, SH :
"Kaidah-kaidah yang mengusai manusia dalam Masyarakat dalam hubungannya terhadap orang lain dahn HUkum Perdata pada dasarnya menguasai kepentingan perseorangan"

- Prof. Subekti, SH : "Hukum Perdata dalam arti luas meliputi seluruh hukm privat materiil yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan"

Dari definisi tersebut diatas saya merasa perlu menyempurnakan bahwa hukum positif saat ini yang berlaku atas subjek hukum tidak hanya perorangan tetapi juga badan hukum, sehingga dapat disimpulkan Hukum Perdata adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun yang ridak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan subjek hukum lain dalam hubungan kekeluargaan dan didalam pergaulan masyarakat.


Kaidah Hukum Perdata :

- Kaidah Hukum Perdata tertulis :
Kaidah-kaidah Hukum Perdata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurispridensi

- Kaidah Hukum Perdata tidak tertulis :
Kaidah Hukum Perdata yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan)


Secara substansi yang diatur didalam hukum perdata adalah :
1. Dalam Hubungan Keluarga : Hukum Tentang Orang (badan pribadi) dan hukum keluarga
2. Dalam Pergaulan Masyarakat : Dalam pergaulan masyarakat akan menimbulkan hukum harta kekayaan, hukum perikatan dan hukum waris.